Aku hampir tidak ingin menuliskan pengalaman ini, tetapi aku pikir ini adalah kenangan yang memberikan banyak sekali pelajaran berharga bagi keluarga kecil kami. Aku tahu saat menuliskan hal ini, air mataku pasti akan kembali mengalir, tetapi dengan perasaan yang berbeda :)
Selasa, 28 Februari 2012 menjadi hari yang tak akan terlupakan, yang menunjukkan padaku betapa Allah dan suamiku sangat mengasihiku.
Perjalanan kehamilanku semakin memburuk selama seminggu terakhir karena flek terus-terusan muncul dan membuat pikiranku semakin tak karuan. Sabtu, 25 Februari 2012 pagi aku mendapati flek di celanaku semakin banyak, lebih banyak dari hari sebelumnya. Akhirya kami memutuskan untuk menelpon dokter apakah kami bisa cek sekarang. Saat di USG dokter mengatakan bahwa janinnya masih belum terlihat jadi kemungkinan mengalami BO dan harus dilakukan kuretase. Biaya kuret oleh dokter ini cukup mahal sehingga kami memutuskan untuk pergi ke RS dengan biaya ASKES. Karena itu kami harus mengurus rujukan dulu ke puskesmas. Kami melanjutkan perjalanan ke puskesmas Kwitang untuk meminta rujukan tapi ditolak karena harus ke Puskesmas Kecamatan Senen. Setibanya di puskesmas kecamatan Senen, kami juga ditolak karena pelayanan rujukan hanya buka Senin-Jumat. Akhirnya kami berkendara lagi ke kantor ASKES Matraman untuk konsultasi persyaratan dan biaya yang dicover ASKES untuk kuretase. Tetapi kantornya juga tutup. Lalu kami memutuskan untuk pulang ke Depok. Di tengah perjalanan aku merasa perutku agak nyeri sehingga aku minta suamiku untuk segera mengantar ke RS saja.
Sampai RS aku langsung masuk ke UGD. Peralatan di UGD RS ini sangat kurang baik. aku berkali-kali di USG transvaginal tapi selalu tidak kelihatan padahal sudah sampai kesakitan dan keluar darah segar. Akhirnya aku diminta pulang dan kembali lagi hari Senin untuk menjalani pemeriksaan di Poli dengan peralatan yang lebih baik sehingga dokter memperoleh keyakinan tentang kondisi janinku apakah masih bisa dipertahankan atau tidak. Aku pulang dengan membawa beberapa progesteron untuk dimasukkan ke vagina sebagai penguat janin.
Hari Senin aku naik taxi dari Depok ke kantor selama 3 jam karena macet parah. Kondisiku semakin memburuk. Setelah sampai kantor aku menunggu suamiku menjemput lalu kita naik motor ke puskesmas kecamatan Senen untuk meminta rujukan. Sepanjang waktu aku menangis terus, seperti merasakan akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Dan semua penyesalan berkecamuk dalam hati dan pikiranku. Menyesali kenapa aku kurang hati-hati menjaga kandunganku. Menyesali kenapa aku harus bolak-balik Jakarta-Depok tiap akhir pekan. Menyesali kenapa aku membiarkan diriku terlarut dalam pikiran-pikiran buruk dan menjadi semakin stress sehingga kandunganku semakin memburuk. Dan yang lebih parah lagi aku berteriak-teriak seperti orang gila menyalahkan suamiku atas banyak hal. Aku sangat marah seperti tidak waras di tempat umum. Aku merasa sangat tertekan dan takut mengenai apa yang akan aku hadapi.
Sampai di RS pun aku tidak henti-hentinya menangis dan menyalahkan suamiku atas segala sesuatu bahkan untuk hal yang tidak masuk akal. Aku bukan hanya marah dengan berteriak padanya, bahkan aku menuding-nudingkan jariku ke arahnya. (Mengingat peristiwa ini membuatku kembali menangis. Aku merasa telah berlaku begitu buruk terhadap suamiku, dan sekarang aku sangaaaaat menyesal). Dalam kondisi seperti itu, Tuhan memakai banyak orang untuk menenangkanku. Para dokter, perawat, pegawai di puskesmas dan RS, mereka semua seperti berusaha menenangkan dan menghiburku. Ada yang tersenyum, ada yang memegang tangan, dan ada yang membelaiku sambil berusaha mengucapkan beberapa kalimat penghiburan.
Puncak dari kesedihanku adalah saat kami berada di ruang USG dan melihat janin kami kembar, tanpa detak jantung. Sesaat seperti jantungkupun ikut berhenti berdetak.
Lalu suamiku menggenggam tanganku semakin kencang. Atas segala kemarahanku, dia sama sekali tidak marah. Dia berusaha tetap tegar dan menguatkanku. Padahal sekarang aku tahu kalau kondisinya saat itu sangat lelah secara fisik dan emosional. Karena dia bangun pagi naik motor ke kantor, lalu mengantarku menjalani ini semua, dan untuk mengurus ASKES dia harus antre panjang berkali-kali sejak di puskesmas sampai di RS. Masih ditambah dengan tertekan secara emosi karena kemarahanku yang menyudutkan dan menyalahkannya.
Setelah beberapa saat melihat layar monitor di ruang USG aku merasa sangat lega. Seperti sudah terangkat ribuan ton dari hati dan pikiranku. Selama berhari-hari ini aku seperti terombang-ambing ingin terus bertahan memperjuangkan buah hati kami dengan kenyataan yang sangat berlawanan dengan yang diharapkan. Akhirnya keputusan Tuhan sudah terjadi dan aku dapat menerimanya.
Sore harinya dokter memasang laminaria agar terjadi pembukaan sebelum dilakukan kuretase besok pagi. Aku mengalami kontraksi sepanjang malam, aku sudah lupa seperti apa rasanya. Tapi yang pasti sakit banget, karena sepanjang malam itu aku tidak tidur hanya merintih-rintih sambil dipijitin suamiku. Diapun tidak tidur sampai jam 4 pagi kami berdua baru tertidur. Jam 6 pagi kami bangun lalu dia ke kost untuk mandi dan absen ke kantor sekalian minta ijin cuti. Lalu jam 10 aku dikuret selama 2 jam, yang aku ingat rasanya sakit karena menurut dokter aku hanya diberikan bius lokal dengan dosis rendah sesuai kelas ASKES.
Akhirnya semua selesai.
Dan aku mendapati:
Allah sangat setia mendampingiku selama masa-masa sulit kami. Dalam kesadaranku maupun ketidaksadaranku, Dia selalu besertaku, di dekatku.
Allah sangaaaaaat mengasihiku dan sangat mengerti perasaanku saat aku kehilangan janinku, sama seperti yang Dia rasakan saat kehilangan anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosaku. Bahkan pasti jauh lebih sedih karena anak-Nya mati disalibkan.
Allah sangat setia mengampuniku atas segala kelemahanku, kegagalanku untuk percaya, kegagalanku untuk berserah dan kegagalanku untuk tetap bersandar pada-Nya saat badai menerpa keluarga kami.
Allah sangat sedih ketika aku merusak hubunganku dengan suamiku dengan "point my finger at him", terus-terusan menyalahkan dan menyudutkannya. Kalau Adam menyalahkan Allah dan Hawa atas kejatuhannya, aku menyalahkan suamiku atas keadaanku. Dan sekarang aku sangaaaaaaat menyesal T.T
Dan aku semakin menyadari:
Suamiku benar-benar the best husband in the world.
Suamiku sangaaaaaat sabaaaaaar.
Slow to angry.
Sangat pengertian
Sangat sayaaaaaaaaaaaang padaku.
He is not perfect, I know. Tapi dia selalu belajar menjadi sempurna seperti Yesus.
Karakternya semakin hari semakin mirip Yesus.
Just like Jesus.
And I feel so blessed.
^____^
Malam ini kami sudah membuat appoinment untuk konsultasi dengan dokter agar kami bisa kembali merencanakan kehamilanku yang kedua. Aku tahu Tuhan tidak pernah membiarkan satu peristiwapun terjadi tanpa alasan. Dia mau kami belajar untuk menerima segala konsekuensi atas keputusan dan kesepakatan yang kita buat bersama, dengan tidak saling menyalahkan. Sehingga kami saling mendukung dan menguatkan satu sama lain, dan memiliki ikatan yang semakin kuat. Dan yang pasti, Tuhan selalu memberikan yang terbaik tepat dan indah pada waktunya.
Ecclesiates 3:11
- True, God made everything beautiful in itself and in its time--but he's
left us in the dark, so we can never know what God is up to, whether
he's coming or going.
- He has made everything right in its time; but he has made their hearts
without knowledge, so that man is unable to see the works of God, from
the first to the last.
- It is beautiful how God has done everything at the right time. He has
put a sense of eternity in people's minds. Yet, mortals still can't
grasp what God is doing from the beginning to the end of time.
- Ia menentukan waktu yang tepat untuk segala sesuatu. Ia memberi kita
keinginan untuk mengetahui hari depan, tetapi kita tak sanggup mengerti
perbuatan Allah dari awal sampai akhir.
- Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan
kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami
pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.