Ditulis sebagai salah satu program bulanan dari Majalah Pearl.
Ada banyak wanita di alkitab yang mengalami kemandulan seperti Hana, yaitu Sara, Rahel, Ribka, dan Elizabet. Mereka masing-masing pada akhirnya dianugrahi Tuhan dengan anak yang menjadi “anak perjanjian”, yang masuk dalam rencana besar Allah.
Keluarga Elkana setia menjalankan ibadah keagamaannya. Setiap tahun selalu datang ke rumah TUHAN untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo. Seluruh keluarganya, termasuk kedua istrinya, Hana dan Penina memang selalu setia menjalankan perintah keagamaannya. Tapi tidak semua dari mereka yang sungguh-sungguh memiliki relasi dengan Allah. Hal ini terlihat dari sikap Penina yang selalu cemburu dan menyakiti hati Hana (6-7). Sedangkan Hana, selalu mengadukan sakit hatinya pada Allah dalam doa-doanya. Orang yang sungguh-sungguh memiliki relasi dengan Tuhan akan tahu bagaimana seharusnya memperlakukan sesamanya dengan baik, dan kepada siapa dia datang ketika dalam kesedihan.
Elkana lebih mencintai Hana, dan hal ini membuat Penina cemburu. Setiap pria memang seharusnya akan mencintai wanita yang takut akan Tuhan. Karena wanita yang demikian akan memiliki perangai dan karakter yang baik, lembut dan menyukakan hati suaminya. Elkana berusaha untuk bersikap adil pada kedua istrinya dengan memberikan bagian sesuai porsinya masing-masing. Tetapi hal ini justru sering dipakai Penina untuk menyakiti hati Hana. Bahkan berusaha membuat Hana gusar dan melepaskan pengharapannya pada Tuhan (ayat 6-7).
Elkana rutin menjalani kegiatan ibadahnya tetapi gagal untuk menaati ketetapan Tuhan. Melihat Hana tidak punya anak, ia menikah lagi dengan penina demi mendapatkan keturunan. Di zaman itu memang keturunan adalah hal yang sangat penting, apalagi bagi seorang pria terpandang seperti Elkana. Tetapi hal ini membuat dia melanggar ketetapan Allah dalam kejadian 2 bahwa seorang laki-laki bersatu/menikah dengan seorang perempuan.
Sebagai suami, Elkana juga kurang peka terhadap kebutuhan istrinya. Ketika Hana menangis karena perlakuan Penina yang menyakiti hatinya, respon Elkana sama sekali tidak memberikan solusi. Elkana mengatakan: "Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?" Ini sama sekali bukan perkataan yang menghibur, hanya retoris saja. Seharusnya Elkana bisa lebih berempati pada perasaan Hana dan memberikan penguatan agar Hana tidak terlarut dalam kesedihannya dan makin teguh berpengharapan pada Tuhan. Seharusnya Elkana juga menegor Penina, atau memberikan peringatan lain yang lebih tegas sebagai bentuk pembelaan untuk Hana sekaligus untuk mendidik Penina. Tapi Elkana sama sekali tidak menegor Penina. Suami seharusnya bisa menjadi imam bagi istrinya, yang mendidik agar istri makin saleh dan benar di hadapan Allah, yang menegor kesalahan istri dan membantu istri memilih arah yang benar agar dapat bersama-sama berjalan menggenapi rencana Allah. Peristiwa ini selalu terjadi setiap tahun, tetapi respon Elkana tetap sama dan tidak pernah dapat memberikan penghiburan bagi Hana. Elkana tidak pernah belajar dari keadaan tahun-tahun sebelumnya.
Hingga pada saatnya, penghiburan bagi Hana datang sendiri dari Allah. Hana datang pada Pribadi yang tepat, yang tahu dengan pasti bagaimana memberi rasa nyaman dan penghiburan saat kita sedang terpuruk dalam kesedihan. Pribadi yang pasti menjawab dengan tepat setiap kebutuhan kita, dengan cara-Nya dan waktu-Nya. Hana berdoa sedemikian khusyuk, dengan perasaan yang sangat dalam hingga mulutnya komat-kamit sambil bercucuran air mata di rumah Tuhan.
Saat Hana berdoa, dia mengalami perubahan perspektif. Awalnya yang dia pikirkan hanyalah anak, anak, anak dan anak. Dia hanya menginginkan kehamilannya sehingga dia tidak lagi dipandang sebelah mata sebagai seorang wanita, dan Penina akan berhenti menyakitinya. Tapi saat dia berdoa, Tuhan mengubah fokusnya sehingga bukan lagi untuk dirinya dia berdoa, tapi terlebih untuk Tuhan. "TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya." (ayat 11).
Hana melihat kebutuhan bangsa Israel akan seorang Imam yang benar di hadapan Tuhan. Karena saat itu anak-anak Imam Eli, yakni Hofni dan Pinehas, yang menjadi Imam di Silo berlaku korup dan sangat tidak menghormati Tuhan. Bila pemimpinnya rusak, apalagi umatnya??? Hal ini mendorong hati Hana untuk mempersembahkan anak, yang bertahun-tahun dinantikannya, untuk melayani Allah seumur hidupnya. Dan memang akhirnya Samuel sungguh-sungguh dipakai Allah untuk mengembalikan umat Allah pada-Nya.
Saat melihat Hana berdoa, awalnya Eli memiliki penilaian yang salah. Dia mengira Hana seorang wanita dursila yang sedang mabuk di rumah Allah. Eli sudah mulai kehilangan relasi dengan Allah sehingga diapun tidak lagi peka pada kondisi sekitarnya. Pada 1 Samuel 3:11-14 Tuhan menegor Eli karena dia lebih menghormati anak-anak-Nya daripada Allah. Hal itu sangatlah berdosa di mata Allah. Karena itulah Eli mulai kehilangan kedekatannya dengan Allah. Tetapi sebagai imam, Allah tetap memakainya untuk menyampaikan jawaban doa Hana, "Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta dari pada-Nya." (ayat 17).
Mendengar jawaban doanya, Hana “mau makan dan mukanya tidak muram lagi.” (ayat 18).
Memang hanya jawaban Tuhan yang selalu melegakan dan menenangkan hati. Saat itu Hana sama sekali belum melihat jawaban doanya menjadi nyata, dia belum merasakan mual-mual karena hamil. Namun dia percaya, dia berhenti bersedih dan mukanya kembali penuh sukacita. Hana percaya pada jawaban Tuhan, dan memegang janji-Nya.
Keesokannya, ketika Hana bersetubuh dengan suaminya, Tuhan ingat padanya. Hal ini juga yang terjadi pada Rahel (Kej 30:22 Lalu ingatlah Allah akan Rahel; Allah mendengarkan permohonannya serta membuka kandungannya.) Juga pada Ribka (Kej 25:21 Berdoalah Ishak kepada TUHAN untuk isterinya, sebab isterinya itu mandul; TUHAN mengabulkan doanya, sehingga Ribka, isterinya itu, mengandung.) Ketika Allah mengingat kita, Dia juga mengingat doa permohonan kita. Karena itu tetaplah berdoa (1 Tes 5:17).
Hana menepati janjinya pada Allah, sekaligus melakukan tugasnya sebagai ibu. Dia benar-benar menyerahkan Samuel, anaknya, untuk tinggal di rumah Tuhan seumur hidup. Dan sebagai ibu, dia juga mempersiapkan Samuel. Hana memenuhi kebutuhan fisik Samuel yaitu memberikan ASI dan menjahitkan pakaian iman (jubah), kebutuhan emosi akan kasih sayang (Hana selalu berkunjung ke Silo untuk menjenguk Samuel), sekaligus kebutuhan rohani yakni pengenalan akan Tuhan.
Dari ayat 22-28 sama sekali tidak disebutkan kalau Hana menangis ketika akan menyerahkan Samuel untuk selama-lamanya kepada Tuhan di Silo. Padahal jarak dari rumahnya ke Silo pastilah tidak dekat. Setelah sekian lama Hana menantikan kehadiran anak, dia hanya bisa tinggal bersamanya kurang lebih 2 tahun selama Samuel belum disapih. Setelah itu Hana harus terpisah jauh dari anak satu-satunya. Tapi Hana sama sekali tidak menangis atau bersedih. Dia benar-benar taat pada janjinya karena Tuhan sudah terlebih dahulu menepati janji-Nya. Ayat 27-28 Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN." Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN. Hanapun memuji Tuhan dalam doanya (2 Sam 2:1-10) dengan pujian yang hampir mirip dengan pujian Maria setelah diberitahu malaikat bahwa dia mengandung (Luk 1:46-55). Hana memberikan nubuat akan kedatangan juru selamat yaitu Yesus Kristus.
Setelah diserahkan pada Tuhan, Hana tidak meninggalkan Samuel begitu saja. Dia tetap mengerjakan peranannya sebagai Ibu. Dia selalu datang melihat anaknya. 1 Sam 2:9 “Setiap tahun ibunya membuatkan dia jubah kecil dan membawa jubah itu kepadanya, apabila ia bersama-sama suaminya pergi mempersembahkan korban sembelihan tahunan.”
Dan TUHAN mengindahkan Hana, sehingga dia mengandung dan melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi. (ayat 21).
Hana sungguh beroleh berkat yang berlimpah-limpah dari Allah karena Allah mengasihinya dan Hana meletakkan harapannya pada Tuhan dan percaya pada-Nya.
Pelajaran dari Hana bagiku pribadi:
1. Tetap berdoa dan mengijinkan Tuhan mengubahkan fokusku, yang tadinya untuk diriku sendiri menjadi untuk Tuhan.
2. Mengerjakan perananku dengan sungguh-sungguh sebagai istri yang takut akan Tuhan dan sebagai calon ibu yang setia berdoa dan bekerja.
3. Percaya pada janji Tuhan dan terus berharap pada-Nya. Serta menepati setiap janji, komitmen dan tugasku kepada Allah dan sesama.
4. Tidak boleh lupa bersyukur atas setiap pemberian Tuhan, setiap doa yang dijawab, dan setiap penguatan-Nya yang memberi rasa nyaman dan melegakan.
Ada banyak wanita di alkitab yang mengalami kemandulan seperti Hana, yaitu Sara, Rahel, Ribka, dan Elizabet. Mereka masing-masing pada akhirnya dianugrahi Tuhan dengan anak yang menjadi “anak perjanjian”, yang masuk dalam rencana besar Allah.
Keluarga Elkana setia menjalankan ibadah keagamaannya. Setiap tahun selalu datang ke rumah TUHAN untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo. Seluruh keluarganya, termasuk kedua istrinya, Hana dan Penina memang selalu setia menjalankan perintah keagamaannya. Tapi tidak semua dari mereka yang sungguh-sungguh memiliki relasi dengan Allah. Hal ini terlihat dari sikap Penina yang selalu cemburu dan menyakiti hati Hana (6-7). Sedangkan Hana, selalu mengadukan sakit hatinya pada Allah dalam doa-doanya. Orang yang sungguh-sungguh memiliki relasi dengan Tuhan akan tahu bagaimana seharusnya memperlakukan sesamanya dengan baik, dan kepada siapa dia datang ketika dalam kesedihan.
Elkana lebih mencintai Hana, dan hal ini membuat Penina cemburu. Setiap pria memang seharusnya akan mencintai wanita yang takut akan Tuhan. Karena wanita yang demikian akan memiliki perangai dan karakter yang baik, lembut dan menyukakan hati suaminya. Elkana berusaha untuk bersikap adil pada kedua istrinya dengan memberikan bagian sesuai porsinya masing-masing. Tetapi hal ini justru sering dipakai Penina untuk menyakiti hati Hana. Bahkan berusaha membuat Hana gusar dan melepaskan pengharapannya pada Tuhan (ayat 6-7).
Elkana rutin menjalani kegiatan ibadahnya tetapi gagal untuk menaati ketetapan Tuhan. Melihat Hana tidak punya anak, ia menikah lagi dengan penina demi mendapatkan keturunan. Di zaman itu memang keturunan adalah hal yang sangat penting, apalagi bagi seorang pria terpandang seperti Elkana. Tetapi hal ini membuat dia melanggar ketetapan Allah dalam kejadian 2 bahwa seorang laki-laki bersatu/menikah dengan seorang perempuan.
Sebagai suami, Elkana juga kurang peka terhadap kebutuhan istrinya. Ketika Hana menangis karena perlakuan Penina yang menyakiti hatinya, respon Elkana sama sekali tidak memberikan solusi. Elkana mengatakan: "Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?" Ini sama sekali bukan perkataan yang menghibur, hanya retoris saja. Seharusnya Elkana bisa lebih berempati pada perasaan Hana dan memberikan penguatan agar Hana tidak terlarut dalam kesedihannya dan makin teguh berpengharapan pada Tuhan. Seharusnya Elkana juga menegor Penina, atau memberikan peringatan lain yang lebih tegas sebagai bentuk pembelaan untuk Hana sekaligus untuk mendidik Penina. Tapi Elkana sama sekali tidak menegor Penina. Suami seharusnya bisa menjadi imam bagi istrinya, yang mendidik agar istri makin saleh dan benar di hadapan Allah, yang menegor kesalahan istri dan membantu istri memilih arah yang benar agar dapat bersama-sama berjalan menggenapi rencana Allah. Peristiwa ini selalu terjadi setiap tahun, tetapi respon Elkana tetap sama dan tidak pernah dapat memberikan penghiburan bagi Hana. Elkana tidak pernah belajar dari keadaan tahun-tahun sebelumnya.
Hingga pada saatnya, penghiburan bagi Hana datang sendiri dari Allah. Hana datang pada Pribadi yang tepat, yang tahu dengan pasti bagaimana memberi rasa nyaman dan penghiburan saat kita sedang terpuruk dalam kesedihan. Pribadi yang pasti menjawab dengan tepat setiap kebutuhan kita, dengan cara-Nya dan waktu-Nya. Hana berdoa sedemikian khusyuk, dengan perasaan yang sangat dalam hingga mulutnya komat-kamit sambil bercucuran air mata di rumah Tuhan.
Saat Hana berdoa, dia mengalami perubahan perspektif. Awalnya yang dia pikirkan hanyalah anak, anak, anak dan anak. Dia hanya menginginkan kehamilannya sehingga dia tidak lagi dipandang sebelah mata sebagai seorang wanita, dan Penina akan berhenti menyakitinya. Tapi saat dia berdoa, Tuhan mengubah fokusnya sehingga bukan lagi untuk dirinya dia berdoa, tapi terlebih untuk Tuhan. "TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya." (ayat 11).
Hana melihat kebutuhan bangsa Israel akan seorang Imam yang benar di hadapan Tuhan. Karena saat itu anak-anak Imam Eli, yakni Hofni dan Pinehas, yang menjadi Imam di Silo berlaku korup dan sangat tidak menghormati Tuhan. Bila pemimpinnya rusak, apalagi umatnya??? Hal ini mendorong hati Hana untuk mempersembahkan anak, yang bertahun-tahun dinantikannya, untuk melayani Allah seumur hidupnya. Dan memang akhirnya Samuel sungguh-sungguh dipakai Allah untuk mengembalikan umat Allah pada-Nya.
Saat melihat Hana berdoa, awalnya Eli memiliki penilaian yang salah. Dia mengira Hana seorang wanita dursila yang sedang mabuk di rumah Allah. Eli sudah mulai kehilangan relasi dengan Allah sehingga diapun tidak lagi peka pada kondisi sekitarnya. Pada 1 Samuel 3:11-14 Tuhan menegor Eli karena dia lebih menghormati anak-anak-Nya daripada Allah. Hal itu sangatlah berdosa di mata Allah. Karena itulah Eli mulai kehilangan kedekatannya dengan Allah. Tetapi sebagai imam, Allah tetap memakainya untuk menyampaikan jawaban doa Hana, "Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta dari pada-Nya." (ayat 17).
Mendengar jawaban doanya, Hana “mau makan dan mukanya tidak muram lagi.” (ayat 18).
Memang hanya jawaban Tuhan yang selalu melegakan dan menenangkan hati. Saat itu Hana sama sekali belum melihat jawaban doanya menjadi nyata, dia belum merasakan mual-mual karena hamil. Namun dia percaya, dia berhenti bersedih dan mukanya kembali penuh sukacita. Hana percaya pada jawaban Tuhan, dan memegang janji-Nya.
Keesokannya, ketika Hana bersetubuh dengan suaminya, Tuhan ingat padanya. Hal ini juga yang terjadi pada Rahel (Kej 30:22 Lalu ingatlah Allah akan Rahel; Allah mendengarkan permohonannya serta membuka kandungannya.) Juga pada Ribka (Kej 25:21 Berdoalah Ishak kepada TUHAN untuk isterinya, sebab isterinya itu mandul; TUHAN mengabulkan doanya, sehingga Ribka, isterinya itu, mengandung.) Ketika Allah mengingat kita, Dia juga mengingat doa permohonan kita. Karena itu tetaplah berdoa (1 Tes 5:17).
Hana menepati janjinya pada Allah, sekaligus melakukan tugasnya sebagai ibu. Dia benar-benar menyerahkan Samuel, anaknya, untuk tinggal di rumah Tuhan seumur hidup. Dan sebagai ibu, dia juga mempersiapkan Samuel. Hana memenuhi kebutuhan fisik Samuel yaitu memberikan ASI dan menjahitkan pakaian iman (jubah), kebutuhan emosi akan kasih sayang (Hana selalu berkunjung ke Silo untuk menjenguk Samuel), sekaligus kebutuhan rohani yakni pengenalan akan Tuhan.
Dari ayat 22-28 sama sekali tidak disebutkan kalau Hana menangis ketika akan menyerahkan Samuel untuk selama-lamanya kepada Tuhan di Silo. Padahal jarak dari rumahnya ke Silo pastilah tidak dekat. Setelah sekian lama Hana menantikan kehadiran anak, dia hanya bisa tinggal bersamanya kurang lebih 2 tahun selama Samuel belum disapih. Setelah itu Hana harus terpisah jauh dari anak satu-satunya. Tapi Hana sama sekali tidak menangis atau bersedih. Dia benar-benar taat pada janjinya karena Tuhan sudah terlebih dahulu menepati janji-Nya. Ayat 27-28 Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN." Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN. Hanapun memuji Tuhan dalam doanya (2 Sam 2:1-10) dengan pujian yang hampir mirip dengan pujian Maria setelah diberitahu malaikat bahwa dia mengandung (Luk 1:46-55). Hana memberikan nubuat akan kedatangan juru selamat yaitu Yesus Kristus.
Setelah diserahkan pada Tuhan, Hana tidak meninggalkan Samuel begitu saja. Dia tetap mengerjakan peranannya sebagai Ibu. Dia selalu datang melihat anaknya. 1 Sam 2:9 “Setiap tahun ibunya membuatkan dia jubah kecil dan membawa jubah itu kepadanya, apabila ia bersama-sama suaminya pergi mempersembahkan korban sembelihan tahunan.”
Dan TUHAN mengindahkan Hana, sehingga dia mengandung dan melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi. (ayat 21).
Hana sungguh beroleh berkat yang berlimpah-limpah dari Allah karena Allah mengasihinya dan Hana meletakkan harapannya pada Tuhan dan percaya pada-Nya.
Pelajaran dari Hana bagiku pribadi:
1. Tetap berdoa dan mengijinkan Tuhan mengubahkan fokusku, yang tadinya untuk diriku sendiri menjadi untuk Tuhan.
2. Mengerjakan perananku dengan sungguh-sungguh sebagai istri yang takut akan Tuhan dan sebagai calon ibu yang setia berdoa dan bekerja.
3. Percaya pada janji Tuhan dan terus berharap pada-Nya. Serta menepati setiap janji, komitmen dan tugasku kepada Allah dan sesama.
4. Tidak boleh lupa bersyukur atas setiap pemberian Tuhan, setiap doa yang dijawab, dan setiap penguatan-Nya yang memberi rasa nyaman dan melegakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar